Minggu, 08 April 2018

WANITA SHOLIHAH YANG DITOLAK MASUK SURGA

WANITA SHOLIHAH YANG DITOLAK MASUK SURGA

Ada seorang wanita yang sangat rajin beribadah, ia juga sangat gemar mendermakan hartanya, bersedekah, infaq dan menyantuni anak yatim serta fakir miskin, tapi sayang ia belum bersedia berhijab untuk menutup auratnya. Setiap ditanya, ia tersenyum dan menjawab "insya Allah, yang penting hati dulu yang berhijab." Sudah banyak yang mengingatkan dan menasehati, namun jawabannya tetap sama.

Hingga suatu malam ia bermimpi dalam tidurnya ia berada di sebuah taman yang sangat indah udaranya segar, berbagai macam bunga yang bermekaran dan beraroma semerbak menebar wangi. Selain dirinya terdapat beberapa wanita lain yang sedang menikmati keindahan taman itu, wajahnya memancarkan cahaya yang sangat lembut, ia menghampiri salah satu wanita itu "assalamuaikum saudariku", "waalaikumsalam, selamat datang saudariku" "terima kasih, apakah ini surga?" "Tentu bukan saudariku, ini hanyalah tempat menunggu sebelum surga" "benarkah?" Wanita itu tersenyum dan bertanya, "amalan apa yang bisa membuatmu kesini?" "aku selalu menjaga shalatku ditambah sunnah dan ibadah2 yang lain". Tiba2 jauh di taman itu pintu surga yang sangat indah mulai terbuka, satu persatu wanita di taman itu mulai memasukinya. Sambil setengah berlari wanita itu berkata "Ayo kita ikuti mereka" , "apa di balik pintu itu?" "tentu saja surga saudariku" sambil berlari semakin cepat, "tunggu.. aku.." ia berusaha mengejar wanita itu untuk menyusulnya dengan berlari secepat mungkin, namun ia tak mampu menyusul wanita itu, kemudian ia berteriak sambil mengejarnya "amalan apa yang membuatmu begitu ringan?" "Sama saja denganmu", "amalan apalagi yang tidak aku lakukan?" Wanita itu tersenyum dan menatapnya sambil berkata "lihatlah apa perbedaan antara dirimu dan diriku, apakah kamu mengira Allah akan mengizinkanmu untuk memasuki surgaNya dengan membuka aurat seperti itu, cukup surga sampai di hatimu saja. bukankah niatmu hanya menghijabkan hati?"

Kemudian ia langsung terbangun dari mimpinya lalu menangis dan bertaubat ingin segera menutup auratnya.
Masyaalloh...
Semoga bermanfaat buat kita semua....

Minggu, 01 April 2018

4 Macam Riba dan Contohnya

4 Macam Riba dan Contohnya
4 Macam Riba dan Contohnya – Seperti yang kita ketahui bersama bahwasanya riba dalam islam adalah haram, dan siapun yang melukakannya akan mendapatkan dosa. Telah disebutkan pula dalam Al-Qur’an yang artinya,”dan telah aku halalkan jual beli dan kuharamkan riba. Sudah sangat jelas disebutkan dlalam Al-Qur’an bahwa riba itu haram dan tidak boleh untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebisa mungkin kita harus menjauhi riba dan harus berhati-hati dengan praktek riba ini karena saat ini banyak praktek riba yang diselipkan jual beli, sekilas hal tersebut seperti jual beli namun jika telaah lebih dalam itu termasuk riba bukan jual beli. Pengetahuan masyarakat mengenai riba perlu ditingkatkan kembali karena banyaknya praktek riba yang sekilas mirip jual beli dan membuat masyarakat kesulitan untuk membedakannya.
Berikut akan dijelskan mengenai 4 Macam Riba Dan Contohnya :
 
  1. Riba Fadl (Jual Beli)
Riba fadl merupakan riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau pertukaran barang ribawi yang sejenis namun berbeda kadar atau takarannya.
Contohnya: 2 kg gandum yang bagus ditukar dengan 3 kg gandum yang sudah berkutu
  1. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah merupakan riba yang muncul akibat jual-beli atau pertukaran barang ribawi tidak sejenis yang dilakukan secara hutang (jatuh tempo) adanya tambahan nilai transaksi oleh perbedaa atau penangguhan waktu transaksi.
Contoh: Alpi pinjam uang kepada Lisa sebesar Rp 100.000 dengan tempo 1 bulan jika pengembalian lebih satu bulan maka ditambah Rp 1.000
  1. Riba qardh
Riba qardh merupakan riba yang muncul akibat tambahan atas pokok pinjaman yang dipersyaratkan di muka oleh kreditur kepada pihak yang berhutang yang diambil sebagai keuntungan.
Contoh: Vna memeberikan pinjaman pada Zia sebasar Rp 500.000 dan wajib mengembalikan sebesar Rp 700.000 saat jatuh tempo dan kelebihan uang ini tidak jwlas untuk apa.
  1. Riba yad
Riba yad merupakan riba yang muncul akibat adanya jul-beli atau pertukaran ribawi maupun bukan ribawi dimana terdapat perbedaan nilai transaksi bila penyerahan salah satu atau kedua-duanya diserahkan kemudian hari.
Contoh: Tio dan Yoi sedang melakukan transaksi jual beli motor, Tio menawarkan motornya kepada Yoi dengan harga Rp 13.000.000 jika dibeli secara tunai namun jika kredit menjadi seharga Rp 15.000.000 hingga sampai akhir akhir ransaksi tidak adanya keputusan mengenai harga.
Berikut tadi penjelasan mengenai 4 Macam Riba Dan Contohnya semoga bisa menjadi pemahaman bersama dan menjadikan kita lebih berhati-hati lagi dalam menjalan transaksi terhadap sesama manusia. Jangan sampai kita terbodohi dan terkelabuhi oleh riba yang disamarkan menjadi transaksi jual beli. Jika tidak berhtai-hati maka kita sendiri yang akan merugi. Semoga ilmu yang sedikit ini menjadi bermanfaat bagi kita semua.

Perbedaan Haji Qiran, Ifrad dan Tamattu

Perbedaan Haji Qiran, Ifrad dan Tamattu : Mana Yang Lebih Afdhal
Pertanyaan : 
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Semoga Allah SWT selalu melilmpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada ustadz sekeluarga, Amin.
Ustadz yang dirahmati Allah, mohon penjelasan yang rinci tentang apa perbedaan antara haji qiran, ifrad dan tamattu'? Apalah ketiga jenis haji itu merupakan perbedaan pendapat dalam mazhab-mazhab yang ada di tengah ulama atau bagaimana?
Lalu yang mana dari ketiganya yang lebih kuat dalilnya atau yang afdhal untuk kita jalani?
Syukran jazila atas penjelasan dari ustadz. Dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih, jazakallahu khairal jaza'.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
 
Jawaban : 
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ada tiga istilah yang seringkali kita dengar terkait dengan tata cara pelaksanaan ibadah haji, yaitu Qiran (قِرَان), Ifrad (إِفْرَاد) dan Tamattu’ (تَمَتُّع).
Sesungguhnya ketiga istilah ini membedakan antara teknis penggabungan antara ibadah haji dengan ibadah umrah. Kita tidak bisa memahami apa yang dimaksud dengan ketiga istilah ini kalau kita belum memahami bentuk haji dan umrah.
A. Persamaan dan Perbedaan Antara Umrah dan Haji
Sekedar menyegarkan ingatan, haji dan umrah adalah dua jenis ibadah ritual yang masing-masing punya persamaan dan perbedaan.
1. Persamaan Umrah dan Haji
Di antara persamaan antara ibadah haji dan ibadah umrah adalah : 
  • Umrah dan haji sama-sama dikerjakan dalam keadaan berihram.
  • Umrah dan haji sama-sama dikerjakan dengan terlebih dahulu mengambil miqat makani, sebagaimana sudah dibahas pada bab sebelumnya.
  • Umrah dan haji sama-sama terdiri dari tawaf yang bentuknya mengelilingi Ka’bah tujuh putaran, disambung dengan sa'i tujuh kali antara Shafa dan Marwah, lalu disambung dengan bercukur atau tahallul. Boleh dibilang ibadah haji adalah ibadah umrah plus beberapa ritual ibadah lainnya.
2. Perbedaan Umrah dan Haji
Namun umrah dan haji punya perbedaan yang sangat mendasar, antara lain : 
  • Semua ritual umrah yaitu tawaf, sa'i dan bercukur, cukup hanya dilakukan di dalam masjid Al-Haram. Sedangkan ritual haji adalah terdiri dari ritual umrah ditambah dengan wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, melontar Jamarat di Mina sambil bermalam selama disana selama beberapa hari.
  • Ibadah umrah bisa dilakukan kapan saja berkali-kali dalam sehari karena durasinya cukup pendek, sedangkan ibadah haji hanya bisa dikerjakan sekali dalam setahun. Inti ibadah haji adalah wuquf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Dimana durasi ibadah haji sepanjang 5 sampai 6 hari lamanya.
Jadi karena ibadah umrah dan haji punya irisan satu dengan yang lain, atau lebih tepatnya ibadah umrah adalah bagian dari ibadah haji, maka terkadang kedua ibadah itu dilaksanakan sendiri-sendiri, dan terkadang bisa juga dilakukan bersamaan dalam satu ibadah.
Dan semua itu akan menjadi jelas kalau kita bahas satu persatu istilah Qiran, Ifrad dan Tamattu’.
B. Haji Qiran
1. Pengertian
a. Bahasa
Istilah qiran (قِرَان) kalau kita perhatikan secara bahasa (etimologi) bermakna :
جَمْعُ شَيْءٍ إِلَى شَيْءٍ
Menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Istilah qiran (قِرَان) oleh orang Arab juga digunakan untuk menyebut tali yang digunakan untuk mengikat dua ekor unta menjadi satu. Ats-Tsa’labi mengatakan :
لاَ يُقَال لِلْحَبْل قِرَانٌ حَتَّى يُقْرَنَ فِيهِ بَعِيرَانِ
Tali tidaklah disebut qiran kecuali bila tali itu mengikat dua ekor unta.
b. Istilah
Dan secara istilah haji, qiran adalah :
أَنْ يُحْرِمَ بِالْعُمْرَةِ وَالْحَجِّ جَمِيعًا
Seseorang berihram untuk umrah sekaligus juga untuk haji
Atau dengan kata lain, Haji Qiran adalah :
أَنْ يُحْرِمَ بِعُمْرَةٍ فِي أَشْهُرِ الْحَجِّ ثُمَّ يُدْخِل الْحَجَّ عَلَيْهَا قَبْل الطَّوَافِ
Seseorang berihram dengan umrah pada bulan-bulan haji, kemudian memasukkan haji ke dalamnya sebelum tawaf
Maka seseorang dikatakan melaksanakan haji dengan cara Qiran adalah manakala dia melakukan ibadah haji dan umrah digabung dalam satu niat dan gerakan secara bersamaan, sejak mulai dari berihram.
Sehingga ketika memulai dari miqat dan berniat untuk berihram, niatnya adalah niat berhaji dan sekaligus juga niat berumrah. Kedua ibadah yang berbeda, yaitu haji dan umrah, digabung dalam satu praktek amal. Dalam peribahasa kita sering diungkapkan dengan ungkapan, sambil menyelam minum air.
2. Dalil
Praktek menggabungkan ibadah haji dengan ibadah umrah dibenarkan oleh Rasulullah SAW berdasarkan hadits nabawi berikut ini.
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِعُمْرَةٍ وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِحَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِالْحَجِّ وَأَهَلَّ رَسُولُ اللَّهِ بِالْحَجِّ فَأَمَّا مَنْ أَهَلَّ بِالْحَجِّ أَوْ جَمَعَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لَمْ يَحِلُّوا حَتَّى كَانَ يَوْمُ النَّحْرِ
'Aisyah radliallahu 'anha berkata: "Kami berangkat bersama Nabi SAW pada tahun hajji wada' (perpisahan). Diantara kami ada yang berihram untuk 'umrah, ada yang berihram untuk hajji dan 'umrah dan ada pula yang berihram untuk hajji. Sedangkan Rasulullah SAW berihram untuk hajji. Adapun orang yang berihram untuk hajji atau menggabungkan hajji dan 'umrah maka mereka tidak bertahallul sampai hari nahar (tanggal 10 Dzul Hijjah) ". (HR. Bukhari)
Tentunya karena Qiran itu adalah umrah dan haji sekaligus, maka hanya bisa dikerjakan di dalam waktu-waktu haji, yaitu semenjak masuknya bulan Syawwal.
3. Prinsip Qiran
a. Cukup Satu Pekerjaan Untuk Dua Ibadah
Jumhur ulama termasuk di dalamnya pendapat Ibnu Umar radhiyallahuanhu, Jabir, Atha', Thawus, Mujahid, Ishak, Ibnu Rahawaih, Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir, menyebutkan karena Qiran ini adalah ibadah haji sekaligus umrah, maka dalam prakteknya cukup dikerjakan satu ritual saja, tidak perlu dua kali.
Tidak perlu melakukan 2 kali ritual tawaf dan tidak perlu 2 kali melakukan ritual sa'i, juga tidak perlu 2 kali melakukan ritual bercukur. Semua cukup dilakukan satu ritual saja, dan sudah dianggap sebagai dua pekerjaan ibadah sekaligus, yaitu haji dan umrah.
Seperti itulah petunjuk langsung dari Rasulullah SAW lewat hadits Aisyah radhiyallahuanha.
وَأَمَّا الَّذِينَ جَمَعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّمَا طَافُوا طَوَافًا وَاحِدًا
Mereka yang menggabungkan antara haji dan umrah (Qiran) cukup melakukan satu kali tawaf saja. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan haji qiran itulah yang dilakukan langsung oleh Aisyah radhiyallahuanha. Dan Rasulullah SAW menegaskan untuk cukup melakukan tawaf dan sa'i sekali saja untuk haji dan umrah.
يُجْزِئُ عَنْكِ طَوَافُكِ بِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ عَنْ حَجِّكِ وَعُمْرَتِكِ
Cukup bagimu satu kali tawaf dan sa'i antara Shawa dan Marwah untuk haji dan umrahmu. (HR. Muslim)
Bahkan ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW sendiri saat berhaji, juga berhaji dengan Haji Qiran.
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُول اللَّهِ قَرَنَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ فَطَافَ لَهُمَا طَوَافًا وَاحِدًا
Dari Jabir bahwa Rasulullah SAW menggabungkan haji dan umrah, lalu melakukan satu kali tawaf untuk haji dan umrah. (HR. Tirmizy)
Namun ada juga yang berpendapat bahwa haji dalam Qiran, semua ritual ibadah harus dikerjakan sendiri-sendiri. Yang berpendapat seperti ini antara lain Mazhab Al-Hanafiyah, serta Ats-Tsauri, Al-Hasan bin Shalih, dan Abdurrahman bin Al-Aswad.
Maka dalam pandangan mereka ritual tawaf dilakukan dua kali, pertama tawaf untuk haji lalu selesai itu kembali lagi mengerjakan tawaf untuk umrah. Demikian juga dengan sa'i dan juga bercukur, keduanya masing-masing dikerjakan dua kali dua kali, pertama untuk haji dan kedua untuk umrah.
b. Dua Niat : Umrah dan Haji
Yang harus dilakukan hanyalah berniat untuk melakukan dua ibadah sekaligus dalam satu ritual.
Kedua niat itu ditetapkan pada sesaat sebelum memulai ritual berihram di posisi masuk ke miqat makani.
4. Syarat Qiran
Agar Haji Qiran ini sah, maka ada syarat yang harus dipenuhi, antara lain :
a. Berihram Haji Sebelum Tawaf Umrah
Seorang yang berhaji dengan cara Qiran harus berihram untuk haji terlebih dahulu sebelumnya, sehingga ketika melakukan tawaf untuk umrah, ihramnya adalah ihram untuk haji dan umrah sekaligus.
b. Berihram Haji Sebelum Rusaknya Umrah
Maksudnya seorang Haji Qiran yang datang ke Mekkah dengan melakukan umrah dan berihram dengan ihram umrah, lalu dia ingin menggabungkan ihramnya itu dengan ihram haji, maka sebelum selesai umrahnya itu, dia harus sudah menggabungkannya dengan haji.
Mazhab Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa belum selesainya umrah adalah syarat sah buat Haji Qiran.
Mazhab Asy-Syafi’iyah menambahkan syarat bahwa ihram itu harus dilakukan setelah masuk bulan-bulan haji, yaitu setidaknya setelah bulan Syawwal.
c. Tawaf Umrah Dalam Bulan Haji
Maksudnya seorang yang Haji Qiran harus menyempurnakan tawaf umrahnya hingga sempurna tujuh putaran, yang dikerjakan di bulan-bulan haji.
e. Menjaga Umrah dan Haji dari Kerusakan
Orang yang berhaji dengan cara Qiran wajib menjaga ihram umrah dan hajinya itu dari kerusakan, hingga sampai ke hari-hari puncak haji.
Dia tidak boleh melepas pakaian ihramnya atau melakukan larangan-larangan dalam berihram. Artinya, sejak tiba di Mekkah maka dia terus menerus berihram sampai selesai semua ritual ibadah haji.
f. Bukan Penduduk Masjid Al-Haram
Dalam pandangan Mazhab Al-Hanafiyah, Haji Qiran ini tidak berlaku buat mereka yang menjadi penduduk Mekkah, atau setidaknya tinggal atau menetap disana. Haji Qiran hanya berlaku buat mereka yang tinggalnya selain di Mekkah, baik masih warga negara Saudi Arabia atau pun warga negara lainnya.
Sedangkan dalam pendapat Jumhur Ulama, penduduk Mekkah boleh saja berhaji Qiran dan hukum hajinya sah. Hanya bedanya, buat penduduk Mekkah, apabila mereka berHaji Qiran, tidak ada kewajiban untuk menyembelih hewan sebagai dam. Menyembelih hewan ini hanya berlaku buat penduduk selain Mekkah yang berHaji Qiran.
Awal mula perbedaan ini adalah ayat Al-Quran yang ditafsiri dengan berbeda oleh kedua belah pihak.
ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
Yang demikian itu berlaku bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada di Masjidil Haram. (QS. Al-Baqarah : 96)
Jumhur ulama mengatakan bahwa kata ’dzalika’ dalam ayat ini adalah kata tunjuk (ism isyarah), yang terkait dengan bagian dari ayat ini juga yang mengharuskan mereka untuk menyembelih hewan.
فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ
Apabila kamu telah aman, maka bagi siapa yang ingin bersenang-senang mengerjakan 'umrah sebelum haji, hewan korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali. (QS. Al-Baqarah : 196)
g. Tidak Boleh Terlewat Haji
Seorang yang berhaji dengan cara Qiran maka dia wajib menyelesaikan ibadah hajinya hingga tuntas, tidak boleh terlewat.
C. Haji Ifrad
Dari segi bahasa, kata Ifrad adalah bentuk mashdar dari akar kata afrada (أفرد) yang bermakna menjadikan sesuatu itu sendirian, atau memisahkan sesuatu yang bergabung menjadi sendiri-sendiri. Ifrad ini secara bahasa adalah lawan dari dari Qiran yang berarti menggabungkan.
Dalam istilah ibadah haji, Ifrad berarti memisahkan antara ritual ibadah haji dari ibadah umrah. Sehingga ibadah haji yang dikerjakan tidak ada tercampur atau bersamaan dengan ibadah umrah.
Sederhananya, orang yang berhaji dengan cara Ifrad adalah orang yang hanya mengerjakan ibadah haji saja tanpa ibadah umrah.
Kalau orang yang berHaji Ifrad ini melakukan umrah, bisa saja, tetapi setelah selesai semua rangkaian ibadah haji.
1. Tidak Perlu Denda
Haji Ifrad adalah satu-satunya bentuk berhaji yang tidak mewajibkan denda membayar dam dalam bentuk ritual menyembelih kambing. Berbeda dengan Haji Tamattu’ dan Qiran, dimana keduanya mewajibkan dam.
2. Hanya Tawaf Ifadhah
Seorang yang mengerjakan Haji Ifrad hanya melakukan satu tawaf saja, yaitu Tawaf Ifadhah. Sedangkan tawaf lainnya yaitu Tawaf Qudum dan Tawaf Wada' tidak diperlukan.
D. Haji Tamattu’
Istilah Tamattu’ berasal dari al-mata' (المتاع) yang artinya kesenangan. Dalam Al-Quran Allah berfirman :
وَلَكُمْ فِي الأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ
Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan. (QS. Al-Baqarah : 36)
Dan kata tamattu’ artinya bersenang-senang, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran :
فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ
Apabila kamu telah aman, maka bagi siapa yang ingin bersenang-senang mengerjakan 'umrah sebelum haji, hewan korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali. (QS. Al-Baqarah : 196)
Dalam prakteknya, Haji Tamattu’ itu adalah berangkat ke tanah suci di dalam bulan haji, lalu berihram dari miqat dengan niat melakukan ibadah umrah, bukan haji, lalu sesampai di Mekkah, menyelesaikan ihram dan berdiam di kota Mekkah bersenang-senang, sambil menunggu datangnya hari Arafah untuk kemudian melakukan ritual haji.
Jadi Haji Tamattu’ itu memisahkan antara ritual umrah dan ritual haji.
1. Perbedaan Antara Tamattu' dan Ifrad
Lalu apa bedanya antara Tamattu’ dan Ifrad? Bukankah Haji Ifrad itu juga memisahkan haji dan umrah?
Sekilas antara Tamattu’ dan Ifrad memang agak sama, yaitu sama-sama memisahkan antara ritual haji dan umrah. Tetapi sesungguhnya keduanya amat berbeda.
Dalam Haji Tamattu’, jamaah haji melakukan umrah dan haji, hanya urutannya mengerjakan umrah dulu baru haji, dimana di antara keduanya bersenang-senang karena tidak terikat dengan aturan berihram.
Sedangkan dalam Haji Ifrad, jamaah haji melakukan ibadah haji saja, tidak mengerjakan umrah. Selesai mengerjakan ritual haji sudah bisa langsung pulang. Walau pun seandainya setelah selesai semua ritual haji lalu ingin mengisi kekosongan dengan mengerjakan ritual umrah, boleh-boleh saja, tetapi syaratnya asalkan setelah semua ritual haji selesai.
2. Kenapa Disebut Tamattu’?
Ini pertanyaan menarik, kenapa disebut dengan istilah tamattu’ atau bersenang-senang?
Jawabnya karena dalam prakteknya, dibandingkan dengan Haji Qiran dan Ifrad, Haji Tamattu’ memang ringan dikerjakan, karena itulah diistilahkan dengan bersenang-senang.
Apanya yang senang-senang?
Begini, ketika jamaah haji menjalan Haji Ifrad, maka sejak dia berihram dari miqat sampai selesai semua ritual ibadah haji, mereka tetap harus selalu dalam keadaan berihram.
Padahal berihram itu ada banyak pantangannya, kita dilarang mengerjakan semua larangan ihram. Artinya, kita tidak boleh melakukan ini dan tidak boleh itu, jumlahnya banyak sekali.
Dan khusus buat laki-laki, tentu sangat tidak nyaman dalam waktu berhari-hari bahkan bisa jadi berminggu-minggu hanya berpakaian dua lembar handuk, tanpa pakaian dalam. Dan lebih tersiksa lagi bila musim haji jatuh di musim dingin yang menusuk, maka jamaah haji harus melawan hawa dingin hanya dengan dua lembar kain sebagai pakaian.
Mungkin bila jamaah haji tiba di tanah suci pada hari-hari menjelang tanggal 9 Dzulhijjah, tidak akan terasa lama bertahan dengan kondisi berihram. Tetapi seandainya jamaah itu ikut rombongan gelombang pertama, dimana jamaah sudah sampai di Mekkah dalam jarak satu bulan dari hari Arafah, tentu sebuah penantian yang teramat lama, khususnya dalam keadaan berihram.
Maka jalan keluarnya yang paling ringan adalah melakukan Haji Tamattu’, karena selama masa menunggu itu tidak perlu berada dalam keadaan ihram. Sejak tiba di Kota Mekkah, begitu selesai tawaf, sa’i dan bercukur, sudah bisa menghentikan ihram, lepas pakaian yang hanya dua lembar handuk, boleh melakukan banyak hal termasuk melakukan hubungan suami istri.
Meski harus menunggu sampai sebulan lamanya di kota Mekkah, tentu tidak mengapa karena tidak dalam keadaan ihram. Karena itulah haji ini disebut dengan Haji Tamattu’ yang artinya bersenang-senang.
3. Denda Tamattu’
Di dalam Al-Quran Allah SWT menegaskan bahwa Haji Tamattu’ itu mewajibkan pelakunya membayar denda. Istilah yang sering digunakan adalah membayar dam. Kata dam (الدم) artinya darah, dalam hal ini maksudnya membayar denda dengan cara menyembelih seekor kambing.
Bila tidak mau atau tidak mampu, boleh diganti dengan berpuasa 10 hari, dengan rincian 3 hari dikerjakan selama berhaji dan 7 hari setelah pulang ke tanah air.
فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apabila kamu telah aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji, korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh yang sempurna. Demikian itu bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada Masjidil Haram. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (QS. Al-Baqarah : 196)
E. Mana Yang Lebih Utama?
Setelah kita bahas panjang lebar tentang tiga jenis cara berhaji, yaitu Qiran, Ifrad dan Tamattu’, maka timbul pertanyaan sekarang, yaitu mana dari ketiganya yang lebih afdhal dalam pandangan ulama dan mana yang lebih utama untuk dipilih?
Ternyata ketika sampai pada pertanyaan seperti itu, para ulama masih berbeda pendapat dan tidak kompak. Masing-masing memilih pilihan yang menurut mereka lebih utama, tetapi ternyata pilihan mereka berbeda-beda.
1. Lebih Utama Ifrad
Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa yang lebih utama adalah haji dengan cara Ifrad. Pendapat mereka ini juga didukung oleh pendapat Umar bin Al-Khattab, Utsman bin Al-Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Jabir bin Abdillah ridwanullahialahim ajma’in. Selain itu juga didukung oleh pendapat dari Al-Auza’i dan Abu Tsaur.
Dasarnya menurut mereka antara lain karena Haji Ifrad ini lebih berat untuk dikerjakan, maka jadinya lebih utama. Selain itu dalam pandangan mereka, haji yang Rasulullah SAW kerjakan adalah Haji Ifrad.
2. Lebih Utama Qiran
Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa yang lebih utama untuk dikerjakan adalah Haji Qiran. Pendapat ini juga didukung oleh pendapat ulama lainnya seperti Sufyan Ats-Tsauri, Al-Muzani dari kalangan ulama Mazhab Asy-Syafi’iyah, Ibnul Mundzir, dan juga Abu Ishaq Al-Marwadzi.
Dalil yang mendasari pendapat mereka adalah hadits berikut ini :
أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَال : صَل فِي هَذَا الْوَادِي الْمُبَارَكِ وَقُل : عُمْرَةٌ فِي حَجَّةٍ
Telah diutus kepadaku utusan dari Tuhanku pada suatu malam dan utusan itu berkata,”Shalatlah di lembah yang diberkahi ini dan katakan,”Umrah di dalam Haji”. (HR. Bukhari)
Hadits ini menegaskan bahwa awalnya Rasulullah SAW berhaji dengan cara Ifrad, namun setelah turun perintah ini, maka beliau diminta berbalik langkah, untuk menjadi Haji Qiran.
Dan adanya perintah untuk mengubah dari Ifrad menjadi Qiran tentu karena Qiran lebih utama, setidaknya itulah dasar argumen para pendukung pendapat ini.
3. Lebih Utama Tamattu’
Mazhab Al-Hanabilah berpendapat bahwa yang paling baik dan paling utama untuk dikerjakan justru Haji Tamattu’. Setelah itu baru Haji Ifrad dan terakhir adalah Haji Qiran.
Di antara para shahabat yang diriwayatkan berpendapat bahwa Haji Tamattu’ lebih utama antara lain adalah Ibnu Umar, Ibnu Al-Abbas, Ibnu Az-Zubair, Aisyah ridhwanullahi’alaihim. Sedangkan dari kalangan para ulama berikutnya antara lain Al-Hasan, ’Atha’, Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, Al-Qasim, Salim, dan Ikrimah.
Pendapat ini sesungguhnya adalah satu versi dari dua versi pendapat Mazhab Asy-Syafi’iyah. Artinya, pendapat Mazhab Asy-Syafi’iyah dalam hal ini terpecah, sebagian mendukung Qiran dan sebagian mendukung Tamattu’.
Di antara dasar argumen untuk memilih Haji Tamattu’ lebih utama antara lain karena cara ini yang paling ringan dan memudahkan buat jamaah haji.
Maka timbul lagi pertanyaan menarik, kenapa untuk menetapkan mana yang lebih afdhal saja, para ulama masih berbeda pendapat? Apakah tidak ada dalil yang qath’i atau tegas tentang hal ini?
Jawabannya memang perbedaan pendapat itu dipicu oleh karena tidak ada nash yang secara langsung menyebutkan tentang mana yang lebih utama, baik dalil Al-Quran mau pun dalil As-Sunnah. Sehingga tetap saja menyisakan ruang untuk berbeda pendapat.
Dan hal itu ’diperparah’ lagi dengan kenyataan bahwa tidak ada hadits yang secara tegas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berhaji dengan Ifrad, Qiran atau Tamattu’. Kalau pun ada yang bilang bahwa beliau SAW berhaji Ifrad, Qiran atau Tamattu’, sebenarnya bukan berdasarkan teks hadits itu sendiri, melainkan merupakan kesimpulan yang datang dari versi penafsiran masing-masing ulama saja. Dan tentu saja semua kesimpulan itu masih bisa diperdebatkan.
Walhasil, buat kita yang awam, sebenarnya tidak perlu ikut-ikutan perdebatan yang nyaris tidak ada manfaatnya ini, apalagi kalau diiringi dengan sikap yang kurang baik, seperti merendahkan, mencemooh, menghina bahkan saling meledek dengan dasar yang masih merupakan perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Sikap yang paling elegan adalah menerima kenyataan bahwa semuanya bisa saja menjadi lebih afdhal bagi masing-masing orang dengan masing-masing keadaan dan kondisi yang boleh jadi tiap orang pasti punya perbedaan.
Sikap saling menghormati dan saling menghagai justru menjadi ciri khas para ulama, meski mereka saling berbeda pandangan. Kalau sesama para ulama masih bisa saling menghargai, kenapa kita yang bukan ulama malah merasa paling pintar dan dengan tega menjelek-jelekkan sesama saudara dalam Islam, untuk sebuah masalah yang memang halal kita berbeda pendapat di dalamnya?
Sesungguhnya kebenaran itu milik Allah semata.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,