Jumat, 23 Desember 2011

PENGERTIAN BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR

A. Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidak pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh murid sebagai peserta didik.
Jika belajar diartikan sebagai suatu kegiatan menghafal sejumlah fakta-fakta, maka seseorang yang telah belajar yang ditandai dengan banyaknya fakta-fakta yang dapat di hafalkan guru yang berpendapat demikian akan merasa puas jika murid-muridnya telah sanggup menghafal sejumlah fakta di luar kepala.
Adapula yang berpendapat bahwa belajar adalah sama saja dengan latihan, sehingga hasil belajar akan nampak dalam keterampilan-keterampilan tertentu. Sebagai hasil latihan, untuk banyak memperoleh kemajuan, seseorang harus dilatih dalam berbagai aspek tingkah laku sehingga diperoleh suatu pola tingkah laku yang otomatis, seperti misalnya agar seorang anak mahir dalam akuntansi maka ia harus banyak dilatih mengerjakan soal-soal akuntansi.
Pendapat orang tentang belajar bermacam-macam. Adanya perbdaan pendapat tersebut disebabkan karena adanya kenyataan bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam. Banyak jenis kegiatan yang oleh kebanyakan orang dapat disepakati sebagai perbuatan belajar, misalnya menirukan ucapan kalimat, mengumpulkan perbendaharaan kata, mengumpulkan fakta-fakta, menghafal lagu dan lain sebagainya.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono tentang pengertian belajar yaitu :
Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku.
Selanjutnya pengertian belajar dikemukakan oleh Herman H. Hudojo, sebagai berikut :
Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu memang dapat diamati dan berlaku dalam waktu relative lama itu disertai usaha orang tersebut sehingga orang itu dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya.
Belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seorang yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku, yang menetap dalam waktu relatif lama. Definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh Syamsu Mappa di dalam bukunya, yaitu :
Belajar pada hendaknya adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri, baik dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan baru maupun dalam bentuk sikap dan nilai yang positif. Selama berlangsungnya kegiatan belajar, terjadi proses interaksi antara orang yang melakukan kegiatan yang belajar yaitu siswa/ mahasiswa dengan sumber belajar, baik berupa manusia yang berfungsi sebagai fasilitator yaitu guru/ dosen maupun yang berupa non manusia.
Dari ketiga pengertian tentang belajar yang di kemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat ditarik suatu pengertian mengenai belajar yaitu, proses interaksi seseoranng dengan sumber belajar menyebabkan terjadi perubahan tingkah laku pada diri orang tersebut baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Perubahan yang terjadi dalam diri individu banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri individu merupakan perubahan dalam arti belajar.
Ada beberapa ciri peubahan tingkah laku dalam belajar dapat penulis dikemukakan sebagai berikut :
1. Perubahan yang terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan dalam dirinya, sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya, “misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kebiasaannya bertambah”. Jadi perubahan tingkah lakuindividu yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.
2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.
Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu itu sendirinya.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporeryang terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap, misalnya kecakapan seseorang memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dipergunakan atau dilatih.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
Bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena adanya tujuan yang akan dicapai. Perubahan yang terjadi di dalam belajar mengarah kepada perubahan yang terjadi di dalam belajar mengarah kepada perubahantingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya saja seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mmungkin dapat dicapai dalam belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah ditettapkan sebelumnya.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu melalui proses belajar adalah merupakan perubahan keseluruhan tingkah laku. Hal ini sesuai dengan pendapat Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono yaitu, “Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya”.
B. Tujuan Belajar
Jika dirinci, sebenarnya tujuan belajar itu sangat banyak, dan untuk mencapai suatu tujuan harus diciptakan suatu system lingkungan tertentu. Apabila tujuan belajar itu adalah pengembangan nilai efektif, maka memerlukan system lingkungan yang berbeda dengan tujuan belajar lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman yaitu, “Tujuan belajar untuk pengembangan nilai afeksi memerlukan system lingkungan yang berbeda dengan system yang dibutuhkan untuk belajar pengembangan gerak, dan begitu seterusnya”. (Sadirman, 1990 ; 28)
Tujuan-tujuan belajar yang diusahakan untuk dicapai dengan tindakan intruksional, biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan, serta sikap sedangkan tujuan-tujuan yang lebih merupakan hasil sampingan yaitu misalnya : kemampuan berfikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima pendapat orang lain.
Secara umum tujuan belajar itu ada tiga jenis yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan pengetahuan
Mempunyai pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Dengan perkataan lain tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan. Sebaliknya kemampuan berfikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecendrungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan guru sebagai pengajar lebih dominan.
Adapun jenis interaksi atau cara yang dipergunakan untuk kepentingan itu pada umumyadengan model kuliah atau menggunakan metode ceramah, pemberian tugas-tugas bacaan. Dengan cara demikian anak didik/siswa akan diberikan pengetahuan sehingga menambah pengetahuannya.
2. Penambahan konsep dan keterampilan
Penambahan konsep atau merumuskan konsep juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi keterampilan yang bersifat jasmani adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat diamati, sehingga akan menitik beratkan pada keterampilan gerak/penampilan anggota tubuh seseorang yang sedang belajar.
Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah yang dapat dilihat, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan serta kketerampilan berfikir, kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.
Keterampilan tentang sesuatu dapat dikembangkan di dalam diri anak, dengan cara memberikan latihan-latihan.
Demikian juga mengungkapkan perasaan melalui bahasa tulis atau lisan. Interaksi yang mengarah kepada pengembangan keterampilan mempunyai kaidah-kaidah tertentu dan bukan semata-mata hanya menghafal atau meniru
3. Pembentukan sikap
Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya. Untuk ini diperlukan kecakapan mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau modal.
Dalam interaksi belajar mengajar guru akan senantiasa diobservasi,dilihat, didengar, ditiru, semua perilakunya oleh para siswanya. Dengan demikian besar kemungkinannya para siswa akan meniru sikap dan perilaku gurunya.
Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari penanaman nilai-nilai luhur kepribadian bangsa yaitu pancasila serta nilai-nilai keagamaan. Oleh karena itu guru tidak sekedar sebagai pengajar, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang selalu berusaha menanamkan, mewariskan nilai-nilai luhur tersebut kepada anak didiknya.
Jadi pada dasarnya tujuan belajar itu adalah untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hal ini sesuai dengan pendapat Saediman yaitu :
a. Hal ihwal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta (kognitif)
b. Hal ihwal personal, kepribadian atau sikap (afektif)
c. Hal ihwal kelakuan, keterampilan atau penampilan (psikomotorik).
C. Beberapa Aktivitas dalam Belajar
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh aktivitas belajar yaitu :
1. Mendengarkan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia saling berinteraksi atau bergaul sesamanya. Dalam pergaulan tersebut terjadi komunikasi verbal berupa percakapan. Percakapan memberikan situasi tersendiri bagi orang-orang yang terlibat ataupun yang tidak terlibat langsung dalam percakapan tersebut, tetapi secara aktif mendenggarkan percakapan itu, maka dalam hal yang demikian dapat terjadi proses belajar.
Dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ada ceramah atau kuliah dari guru atau dosen. Tugas siswa adalah mendengarkan. Dengan ceramah, tidak semua orang dapat memanfaatkan situasi ini untuk belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila ia mendengarkan ceramah dari guru, didorong oleh kebutuhan, motivasi dan tujuan tertentu.
2. Memandang/melihat
Setiap stimulus visual member kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Agar materi pelajaran dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh siswa, maka di dalam proses belajar mengajar perlu juga dilibatkan indera penglihatan, dengan cara observasi atau mengamati obyek yang sedang di bahas, misalnya di dalam pelajaran ekonomi, untuk membahas tentang perekonomian maka sebaiknya dilakukan praktek yaitu mengamati kondisi ekonomi yang ada dimasyarakat.
3. Meraba dan mencicipi/mengecap
Meraba, mencium/membau dan mengecap adalah aktivitas sensoris seperti halnya pada mendengarkan dan memandang. Segenap stimulus yang dapat diraba, dicium, atau dikecap merupakan situasi yang memberikan kesempatan bagi seseorang untuk belajar.
Aktivitas meraba, mencium atau mengecap sesuatu obyek dapat dikatakan belajar, apabila aktiuvitas-aktivitas itu didorong oleh keperluan, motivasi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Menulis dan Mencatat
Setiap aktivitas penginderaan yang mempunyai tujuan, akan memberikan kesan-kesan yang berguna bagi aktivitas belajar selanjutnya. Kesan-kesan itu merupakan materi untuk maksud-maksud belajar selanjutnya
Materi atau obyek yang ingin dipelajari lebih lanjut harus member kemungkinan untuk dipraktekkan. Beberapa materi di antaranya terdapat di dalam buku-buku. Untuk keperluan belajar dapat dibuat catatan dari setiap buku yang pernah dibaca. Bahkan dalam situasi seperti ceramah, diskusi, demonstrasi dan sebagainya dapat dibuat catatan untuk keperluan belajar dimasa-masa selanjutnya.
5. Membaca
Belajar adalah aktif, artinya apabila membaca untuk tujuan belajar hendaknya dilakukan dengan serius atau dengan sungguh-sungguh. Membaca untuk keperluan belajar, misalnya harus dimulai dengan memperhatikan judul-judul bab, topik-topik utama dari sebuah buku, dan berorientasi kepada keperluan dan tujuan. Kemudian memilih topic-topik utama dari sebuah buku, dan berorientasi kepada keperluan atau tujuan itu.
6. Membuat Ikhtisar atau Ringkasan
Banyak orang merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan memang dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku.
7. Mengingat
Mengingat dengan maksud agar ingat tentang sesuatu belum termasuk sebagai aktivitas belajar. Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai tujuan belajar lebih lanjut adalah termasuk aktivitas belajar, apalagi jika mengingat itu berhubungan dengan aktivitas-aktivitas belajar lainnya.
8. Berpikir
Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir, orang memperoleh penemuan baru, setidaknya orang akan menjadi tahu tentang hubungan antar sesuatu.
9. Latihan atau Praktek
Latihan atau praktek termasuk aktivitas belajar. Orang yang melaksanakan kegiatan berlatih tentunya sudah mempunyai dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat mengembangkan sesuatu aspek pada dirinya.
Latihan atau praktek merupakan salah satu aktivitas belajar yang seharusnya selalu dilakukan oleh individu yang belajar. Misalnya dengan latihan mengerjakan soal-soal Matematika akan memperbesar kemampuan dalam memahami dan menguasai pelajaran matematika tersebut.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Proses belajar adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam tingkah laku serta kecakapan, berhasil atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor.
Berdasarkan asalnya, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang belajar, sedangkan faktor-faktor internal yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu yang belajar.
Hal ini sesuai dengan pendapat M. Ngalim Purwanto dalam sebuah bukunya yaitu :
1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual.
2. Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial.
Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mngajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.
Berikut ini dikemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi belajar yaitu :
1. Motivasi
Seseorang akan berhasil dalam belajar, apabila pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar.
Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut motivasi. Menurut W.S. Winkel, “ Motivasi adalah daya penggerak dari dalam diri untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai tujuan. Motivasi merupakan suatu kondisi internal atau disposisi…”.
Dengan memberikan motivasi dimaksudkan untuk menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan anak-anak untuk mau belajar. Anak yang mempunyai intelegensi yang tinggipun apat saja gagal dalam belajarnya karena kekurangan motivasi, hal ini sesuai dengan pendapat S. Nasution yaitu :
Anak mempunyai intelegensi tinggi mungkin saja gagal karena kekurangan motivasi. Hasil baik tercapai dengan motovasi yang tepat. Anak yang gagal tak begitu saja dapat dipersalahkan.
Mungkin gurulah yang takberhasil memberikan motivasi yang membangkitkan kegiatan pada anak.
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsunngan dari kegiatan belajar dan yang memberiakn arah pada kegiatanbelajar itu, maka tujuan yang diketahui oleh siswa tercapai. Dikatakan keseluruhan karena biasanya ada beberapa motif, yang bersama-sama menggerakan sistem untuk belajar, motivasi belajar merupakan faktor psikis yag bersifat nonintelektual.
Peran motivasi yang khas adalah dalam hal meningkatkan gairah/semangat belajar, siswa yang bermotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
2. Peranan Hukuman Dan Penghargaan
Penghargaan dan Hukuman dapat merupakan motivasi dalam belajar sama besarnya. Menurut Pasaribu dan B. Simanjuntak, “ Hukuman membuat anak tidak melakukan sesuatu ( Stoping Out ), sedang penghargaan ( Reward ) membuat sesuatu perbuatan dilakukan “.
Dengan demikian jelaslah bahwa hukuman atau penghargaan yang diberikan oleh guru kepada anak-anak yang memang patut menerimanya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi belajar.
3. Suasana Lingkukan Eksternal
Suasana lingkungan eksternal ini menyangkut bayak hal antara lain, cuaca, kondisi tempat belajar, misalnya kebersihan, letak sekolah, pengaturan fisik kelas, ketenangan. Suasana ruang kelas, misalnya sangat terang, remang-remang atau gelap.
Faktor- faktor ini mempengaruhi sikap dan reaksi individu yang belajar adalah berinteraksi dengan lingkungannya.
4. Kematangan
Kematangan dicapai individu dari proses pertumbuhan fisiologisnya, “ Kematangan terjadi akibat adanya perubahan-perubahan kuantitatif di dalam struktur jasmani dabarengi dengan perubahan-perubahan kualitatif terhadap struktur tersebut”. ( Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991;137).
Kematangan memberikan kondisi dimana fungsu-fungsi otak menjadi lebih berkembang. Dengan berkembangnya fungsi-fungsi otak dan sistem syaraf, hal ini akan menumbuhkan kapasitas mental seseorang.
5. Faktor Usia Kronologis
Pertambahan dalam usia sesalu disertai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan, “ semakin tua usia individu, semakin meningkat pula kematangan berbagai fungsi fisiologinya”.
Dengan demikian anak yang lebih tua usianya tentu lebih kuat, dan lebih sanggup melaksanakan tugas-tugas yang lebih berat, lebih mampu mengarakan energi dan perhatiannya dalam waktu yang lebih lama.
6. Kapasitas Mental
Kapasitas adalah potensi untuk mempelajari serta mengembangkan berbagai keterambilan/kecakapan. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono yaitu, “ Dalan tahap perkembangan tertentu, individu mempunyai kapasitas-kapasitas mental yang berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis pada sistem syaraf dan jringan otak “.
Bakat yang dibawa oleh individu sejak dilahirkan serta pengaruh lingkungan dapat menyebabkab berkembangnya kapasitas mental individu yang berupa intelegensi. Oleh karena latar belakang heriditas dan lingkungan individu berbeda, maka intelegensi masing-masing individuan bervariasi.
7. Guru dan Cara Mengajarnya
Dalam proses belajar mengajar disekolah, faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting. Bagaimana sikap dan kepribadian guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai anak.
8. Ingatan
Ingatan adalah merupakan salah satu fungsi jiwa yang penting dalam belajar, terutama yang menyangkut mereproduksikan kembali apa-apa yang telah dipelajari.
Menurut Sardiman didalam bukunya menyebutkan bahwa ingatan berfungsi, sebagai berikut :
1. Mencamkan atau menerima kedan-kesan dari luar
2. Menyimpan kesan,
3. Memproduksi kesan, oleh karena itu ingatan merupakan kecakapan untuk memproduksi kesan-kesan didalam belajar.
9. Tanggapan
Tanggapan adalalah gambaran/kesan-kesan yang tinggal dalam ingatan setelah seseorang malakukan pengamatan atau observasi terhadap sesuatu obyek. Tinggi rendahnya intensitas tanggapan yang dimiliki oleh seseorang akan memberikan pengaruh terhadap hasil belajarnya.
Demikian telah penulis kemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi belajar, penulis menyadari bahwa masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi belajar.
Namun demikian penulis berpendapat bahwa apa yang telah penulis kemukakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belajar seperti tersebut di atas secara umum, telah memadai.
E. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil belajar yang diperoleh siswa selama batas waktu tertentu. Ada suatu pendapat pendapat yang mengatakan bahwa prestasi adalah keberhasilan siswayang di capai selama waktu tertentu, dalam sejumlah mata pelajaran yang dimaksud dalam penulisan ini adalah bukti keberhasilan dan peruahan siswa dalam penguasaan pengetahuan, pemahaman, keterampilan nilai sikap melalui tahapan-tahapan evaluasi belajarbyang dinyatakan dengan nilai.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian prestasi belajar, baiklah penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, prestasi adalah “ Hasil yang telah dicapai ( dilakukan, dikerjakan dan sebagainya”.
Sedangkan menurut W.S. Winkel bahwa, “ Prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang di capai “.
Keberhasilan juga ditentukan oleh motivasi, bimbingan dari orang tua, karena orang tua merupakan orang yang bertanggung jawab dilingkungan keluarga terhadap keberhasilan anaknya. Hasil belajar menurut Helmart Hiedeis adalah sebagai berikut :
Tahap pertama kalau siswa telah dapat mengutarakan kembali apa yang dipelajarinya dai ingatannya. Apa yang diperolehnya dengan cara begini menjadi dasar bagi bentuk belajar yang lebih maju. Tahap kedua tercapai kalau siswa dapat mengorganissikan sendiri dari tinjauan lain yang baru, artinya apa yang telah dipelajarinya prinsip organisasi tertentu. Tahap ketiga menghendaki kecakapan mentransper memakaikan cara-cara pemecahan persoalan terhadap masalah-masalah yang serupa. Tahap keempat ialah berfikir produktif dalam pemecahan masalah yang menghendaki kecakapan untuk menemukan sendiri masalah-masalahnya mencari kriteria pemecahan sendiri dan mengkritik hasilnya secara kritis.
Prestasi yang dicapai siswa tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya intelegensi, motivasi dalam belajar, faslitas belajar dan tidak kalah pentingnya keikutsertaan orang tua membantu membimbing, serta membantu dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh anaknya.
Prestasi belajar siswa di sekolah dapat dilihat pada angka raport atau ada daftar nilai formatif, sumatif atau nilai ebtanas pada akhir kelulusan siswa.
Ditinjau dari segi didaktis maka penilaian proses belajar ini sangat penting, karena mereka ingin mengetahui kemajuan yang telah dicapai yang dapat mempengaruhi pekerjaan-pekerjaan selanjutnya, sehingga diharapkan prsetasi berikutnya akan lebih meningkat.
Dengan mengetahui nilai mereka, setidak-tidaknya dapat menjadikan motivasi untuk lebih giat dalam belajar sehingga mencapai prestasi yang lebih baik. Sedangkan bagi guru tidak hanya menilai hasil usaha murid saja, tetapi sekaligus ia juga menilai hasl usahanya sendiri.
Ditinjau dari segi dasar psikologis, penilaian belajar merupakan kepuasan batin baik siswa sendiri, maupun bagi guru dan orang tua siswa sendiri ingin mengetahui hasil dari bimbingan, pengarahan serta petunjuk yang diberikan oleh orang tuanya.
Sedangkan bila ditinjau dari segi administratif, bahwa prestasi siswa itu merupakan :
1. Data untuk menentukan status anak didik dalam kelasnya, yaitu apakah anak didik tersebut tergolong anak pandai, sedang atau kurang.
2. merupakan inti laporan tentang kemajuan siswa-sisw pada orang tuanya. Deprtemen yang berwenang, guru-guru dan murid itu sendiri.
F. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Tumbuh adalah berbeda dengan berkembang. Pribadi yang tumbuh mengandung arti yang berbeda dengan pribadi yang berkembang. Namun demikian kedua proses tersebut yaitu tumbuh dan berkembang berlangsung secara independen, artinya saling tergantung satu sama lainnya. Kedua proses itu tidak bisa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang murni,berdiri sendiri, akan tetapi keduanya dapat dibedakan.
Menurut Kartini Kartono, “ Pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, ….”.
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitas pada individu, misalnya bertambah panjangnya tubuh tubuh anak, tubuh bertambah berat, tulang-tulang menadi tambah panjang/besar dan kuat, kemudian perubahan dalam sistem parsyarafan dan perubahan-perubahan pada struktur jasmaniah. Dengan perkataan lain pertumbuhan dapat disebut sebagai proses perubahan dan proses pematangan fisik. Perkembangan merupakan suatu perubahan yang bersifat kualitatif, hal ini sesuai dengan pendapat Abu Ahmadi, “ Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif “. ( Abu Ahmadi, 1991;61 ).
Perkembangan tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional.
Selanjutnya menurut Kartini Kartono, “ Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko-fisik hasil dari prosespematangan fungsi-fungsi fisik, pematangan fungsi-fungsi psikis dan usaha belajar oleh anak, dalam mencobakan segenap potensi rohani dan jasmaninya.
Segenap tingkah laku anak itu dirangsang dari dalam yaitu dorongan-dorongan dan insting-insting tertentu guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan menimbulkan frustasi, hal ini sesuai dengan pendapat Kartini Kartono yaitu, “ Jika kebutuhan-kebutuhan yang vital-biologis maupun yang sosial kultural tersebut tidak atau belum terpenuhi, maka akan timbul ketegangan, iritasi dan frustasi “.
Anak-anak yang normal dan sehat senantiasa dibekali oleh alam dengan implus-implus untuk mencapai satu tujuan. Manusia senantiasa berusaha mengisi hari ini dan hari esok dengan kegiatan-kegiatan baru, berekplorasi, dan berekspremen untuk mencapai satu tujuan.
Apabila kemampuan intelektual anak sudah berkembang, maka ia akan memperlihatkan rasa ingin tahunya, dan terus menerus bertanya tentang macam-macam peristiwa. Sejak anak dilahirkan hingga akhir hayatnya, ia selalu ingin maju.
Jadi di dalam perkembangan anak terdapat impuls-impuls bawaan yang mendorong segenap mekanisme dari potensi untuk berfungsi aktif, berkembang dan terus maju. Dapat dikatakan ahwa mekanisme perkembangan anak memang terjadi alami. Guna mendapatkan wawasan yang lebih jelas mengenai perkembangan anak, orang membagi masa perkembangan dalam beberapa periode. Ha ini disebabkan oleh karena pada saat-saat perkembangan tertentu, anak-anak secara umum memperlihatkan ciri-ciri dan tingkah laku atau karakteristik yang hampir sama.
Pada umumnya pada Sarjana Ilmu Jiwa mengemukakan pembagian periode tadi menurut pertimbangan sendiri. Hal ini terutama disebabkab oleh karena batas-batas yang jelas dari masa-masa perkembangan itu memang tidak bisa dipastikan dengan seksama.
Periodesasi perkembangan anak ditinjau dari berbagai hal yang menonjol, misalnya perkembangan ego, perkembangan intelegensi, perkembangan biologis, perkembangan didaktis, atau perkembangan psikologis anak.
Menurut Johann Amos Comenius yang dikutip oleh Abu Ahmadi, dalam bukunya perkembangan anak yaitu sebagai berikut :
1. Scolo Materna ( Sekolah Ibu ) usia 0,0 – 6,0 , masa anak mengembangkan organ tubuh dan pancaindera itu dibawah asuhan ibu ( keluarga )
2. Skala Vermacula ( Sekolah Bahasa Ibu ) usia 6,0 – 12, 0, mengembangkan pikiran, ingatan dan perasaannya disekolah ( Bahasa Ibu ).
3. Scole Latihan ( Sekolah Bahasa Latin ), masa anak mengembangkan potensinya terutama daya intelektual dengan bahasa asing pada usia 12, 0 – 18,0.
4. Academica ( Akademi ) adalah media pendidikan yang tepat bagi anak usia 18, 0 – 24, 0 tahun 20.
Selanjutnya menurut Oswald Kroh, perkembangan anak dibagi dalam tiga fase yaitu sebagai berikut :
1. Dari lahir sampai masa menentang pertama, 4 tahun. Disebut pula sebagai masa kanak-kanak pertama.
2. Dari masa menentang pertama sampai pada masa menentang kedua 4 – 14 tahun. Disebut pula sebagai masa-masa keserasian atau masa bersekolah.
3. Masa menentang kedua sampai akhir masa muda. Disebut pula sebagai masa pematangan, 14 – 18 tahun. Batas Fase ketiga ini adalah akhir masa remaja 21.
Menurut Charlotte Buhler, masa perkembangan anak adalah sebagai berikut :
Fase pertama, 0 – 1 tahun : masa mnghayati obyek-obyek di luar diri sendiri, dan saat melatih fungsi-fungsi. Terutama melatih fungsi motorik : yaitu fungsi ang berkaitan dengan gerakan-gerakan dari badab dan anggota tubuh.
Fase kedua, 2 – 4 tahun : masa pengenalandunia obyektif. Mulai ada pengenalan pada aku sendiri, dengan bantuan bahasa dan kemauan sendiri. Anak tidak mengenal dunia luar berdasarkan pengamtan obyektif, melainkan memindahkan keadaan batinnya pada benda-benda di luar dirinya.
Fase ketiga, 5 – 8 tahun : masuk sosialisasi anak. Pada saat ini anak mulai memasuki masyarakat luas ( misalnya Taman Kanak-Kanak, pergaulan dengan kawan-kawan sepermainan, dan sekolah rendah ). Anak mulai belajar mengenal dunia sekitar secara obyektif.
Fase keempat, 9 – 11 tahun : masa sekolah rendah. Pada periode ini anak mencapai obyektivitas tertinggi. Masa penyelidik, kegiatan mencoba dan bereksperimen, yang distimulir oleh dorongan-dorongan mmeneliti dan rasa ingin tahu yang besar.
Fase kelima, 14 – 19 tahun : masa tercapainya sintese antara sikap kedalam batin sendiri dengan sikap keluar kepada dunia obyektif 22.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan anak yaitu sebagai berikut :
1. Nativisme
Para ahli yang mmengikuti alian nativisme berpendapat bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir.
Tokoh utama aliran ini adalah Schopenhaer. Para ahli yang menganut teori nativisme mempertahankan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli musik, maka kemungkinan besar bahwa anaknya juga akan menjadi ahli musik, besar pokoknya keistimewaan yang dimiliki orang tua juga dimilki oleh anaknya.
Di pandang dari segi ilmu pendidikan, teori ini tidak dapat dibenarkan, sebab jika benar bahwa perkembangan anak itu hanya semata-mata dipengaruhi oleh faktor bakat atau pembawaan maka sekolah sebagai salah satu lingkungan bagi anak tidak dapat berbuat apa-apa, dalam rangka menyiapkan anak-anak untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa. Artinya pengaruh lingkungan dan pendidikan dianggap tidak ada.
Dalam kenyataannya sejak zaman dahulu hingga sekarang sekolah-sekolah selalu didirikan dan dilengkapi sarana dan persyaratannya, guna menampung anak-anak yang ingin bersekolah dari berbagai jenis dan tingkatan bahkan sampai ke perguruan tinggi.
2. Empirisme
Para ahli yang menganut paham empirisme berpendapat bahwa perkembangan iru semata-mata tergantung kepada faktor lingkungan, seangkan faktor bakat yang dibawa sejak lahir tidak mempunyai pernan sam sekali.
Tokoh utama aliran empirisme yaitu John Locke. Jika sekitarnya paham empirisme ini benar, maka dapat diciptakan manusia yang ideal sebagai mana yang diinginkan asalkan dapat disediakan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk itu.
Namun demikian kenyataannya menunjukan hal yang berbeda dari yang diharapkan. Banyak anak-anak orang kaya atau orang yang pandai mengecewakan orang tuanya karena kurang berhasil dalam belajar, walaupun fasilitas-fasilitas yang tersedia bagi mereka lebih dar cukup. Sebaliknya banyak dijumpai anak orang-orang yang kurang mampu sangat berhasil dalam belajar, walaupun fasilitas-fasilitas yang mereke perlukan sangat jauh dari mencukupi.
3. Konvergensi
Paham nativisme maupun paham empirisme adalah ekstrimen, tidak berpijak kepada kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam khidupan sehari-hari.
Paham yang dapat dianggap dapat menyembatani kedua paham tersebut adalah pahan Konvergensi, yang dirumuskan oleh Wiliam Stern. Paham konvergensi ini berpendapat bahwa didalam perkembangan individu baik bakat atau pembawaan maupun lingkungan keduanya mempunyai peranan yang sangat penting.
Tiap anak manusia yang normal, mempunyai bakat dan bakat tersebut akan berkembang apabila menemukan lingkungan yang sesuai. Dengan demikian jelaslah bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh bakat atau pembawaan dan lingkungan.
G. Masa Peka Dalam Belajar
Pertumbuhan dan kematangan itu berlangsung diluar kontrol anak manusia, dan diluar kemauan anak itu sendiri. Namun demikian setiap pengalaman positif dapat mengembangkan pribadi anak. Oleh pengalaman tersebut anak menjadi matang dan penghayatan hidupnya akan bertambah luas.
Berkembangnya suatu fungsi didorong ole suatu kekuatan dari dalam, seingga pada suatu saat terdapat kepekaan dan kematangan untuk melatih fungsi tertentu didalam jiwa anak, oleh karena itu saat-saat yang demikian tersebut masa peka atau saat kematangan.
Masa peka tiap-tiap individu tidaklah selalu sama waktunya, artinya individu yang mempunyai usia kronologis yang sama, belum tentu mempunyai masa peka yang sama pula. Jadi masa peka tiap-tiap individu, datangnya berbeda-beda tidak tergantung kepada usia kronologis.
Cepat atau lambat masa peka untuk belajar bagi seorang individu dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Kartini Kartono yaitu sebagai berikut :
Pertama, faktor-faktor sebelum lahir. Umpan : peristiwa kekurangan nutrisi pada ibu dan janin : janin terkena virus, keracunan sewaktu bayi ada dalam kandungan : terkena infeksi oleh bakteri syiphilis, terkena penyakit TBC, kholera, typhus, gondok, sakit gula (diabetis melitus), dan lain-lain.
Kedua , faktor ketika lahir, antara lain ialah : pendarahan pada bagian kepala bayi, disebabkan oleh tekanan dinding rahim ibu sewaktu ia dilahirkan, dan lain-lain.
Ketiga, faktor sesudah lahir antara lain : oleh pengalaman traumatik (luka-luka karena bayi jatuh : kepala terpukul, atau mengalami serangan sinar matahari, infeksi pada otak atau selaput otak.
Keempat, faktor psikologis : antara lain bayi ditinggalkan ibu, ayah atau kedua orang tuanya. Sebab lain ialah anak-anak dititipkan dalam suatu institusional (rumah sakit), rumah yatim piatu, yayasan perawatan bayi dan lain-lain), sehingga mereka kurang sekali mendapatkan perawatan jasmaniya dan cinta kasih.
Anak-anak yang belajar akan lebih menunjukkan prstasi yang baik apabila didorong oleh masa kematangan atau masa kepekaan. Sehubungan dengan masa kepekaan tersebut hendaknya para pendidik mengusahakan agar pada saat datangnya masa kepekaan tadi, tidak menghalangi atau menghambat aktivitas-aktivitas belajar yang dilakukan oleh anak.
DAFTAR PUSTAKA
Dja’far Sabran, Risalah Tauhid, Sifat Dua Puluh, (Samarinda, 1979).
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, ( Semarang, Tanjung Mas Inti, Revisi Terjemah, 1992)
Dra. Rostiah. N.K, Didaktik Metodik,(Jakarta:Bumi Aksara anggota IKAPI, 2002)
Departemen Agama RI, Al Qur;An Dan Terjemahnya. Revisi Terjemah 1992. Penerbit: PT Tanjung Mas Inti.
Hasbi As- Siddiqy, Sejarah Pengantar Ilmu Kalam,(jakarta: bulan bintang,1973)
H.M. Zurkani Yahya, Teologi Al- Ghozali, Pendekatan Metodologi, ( Pustaka Pelajar, anggota IKAPI,1986),
H. Zainuddin Hamidy,dkk. Terjemah Shahih Bukhori, jilid I, (Jakarta, Widjaya)
Jusuf Djayadisastra, Metode-Metode Mengajar, Jilid I, (Bandung: Angkasa, 2002)
Muhammadiyah Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam,(Surabaya:Al-Ikhlas, 1982).
Ma’mur Daud, Terjemah Hadits Shahih Muslim, jilid IV, (Jakarta : Widjaya ).
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia,Yayasan Penyelenggara Penterjemah/
Pentafsiran Al- Quran, Jakarta. 1972.
Siman Hadi Widya Prakosa Tim Dosen Fip- Ikip Malang, Dasar – Dasar Kependidikan. Cet III Penerbit : Usaha Nasional. 1988.
Undang – Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas.
WJS purwadarminto, kamus umum bahasa Indonesia. ( Jakarta: Balai pustaka )
Winarno Surakhmad, Metode Pengajaran Nasional, ( Bandung, Jemmars, 1979)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar