Senin, 06 Desember 2010

Mr.ALASAN MENJADI PENGHAMBAT SUKSES

Sembilan puluh sembilan persen dari semua kegagalan berasal dari
orang-orang yang punya kebiasaan berdalih
Kalau mau jujur, kita sering menciptakan alasan atas setiap kegagalan dan kesalahan yang kita lakukan. Sebagai contoh, pada waktu kita terlambat ke sekolah atau ke kantor, pikiran kita langsung mencari dan menciptakan alasan. Pikiran kita diarahkan untuk mencari alasan untuk menghindari kesalahan yang kita lakukan. Jika ada sekolah alasan, maka setiap kita mungkin telah mendapatkan gelar doctor bahkan mungkin ada diantara kita sudah mendapatkan gelar professor. Ketika kita dilahirkan tidak ada orang tua yang mengajarkan bagaimana menciptakan alasan atas setiap kesalahan yang kita lakukan.
Kita selalu menciptakan alasan untuk menghindari hukuman atas kesalahan yang kita lakukan. Kita harus pahami, bahwa alasan yang kita ciptakan tidak pernah memberikan perubahan dalam hidup kita.
Alasan adalah penghambat kesuksesan. Setiap alasan yang kita ciptakan atas kegagalan yang terjadi adalah tirai yang ditancapkan untuk membatasi dan memenjarakan kita setiap saat. Saudara dari berdalih adalah sikap mengeluh. Karyawan yang senang membuat alasan, pasti selalu mengeluh dengan gaji yang diterima dan mengeluh dengan kebijakan dan aturan yang ditetapkan perusahaan. Anak yang selalu menciptakan alasan atas kesalahan yang dilakukan, selalu mengeluh dengan keadaan fisiknya, kondisi ekonomi keluarga, fasilitas pendidikannya, dan semuanya.
Banyak orang mengharapkan tubuhnya langsing dan mengharapkan orang lain yang melakukannya untuk dirinya. Mereka mengharapkan orang lain yang berolahraga untuk dirinya, orang lain yang diet makanan lezat untuk dirinya, orang lain yang hidup disiplin untuk dirinya. Sesuatu yang mustahil.
Jika Anda ingin menciptakan kehidupan yang penuh keberhasilan, Anda harus memegang kendali hidup Anda. Mulai sekarang, berhenti berdalih, berhenti mengeluh, berhenti mengeluh atas kekurangan fisik Anda, berhenti mengeluh atas ketidakadilan yang terjadi dalam hidup Anda, berhenti menggunakan alasan mengapa Anda tidak bisa dan belum mendapatkan apa yang Anda impikan sampai saat ini, dan berhenti menyalahkan keadaan di luar diri Anda. Anda harus berjanji pada diri Anda, bahwa mulai saat ini, Anda berhenti melakukan semuanya itu selamanya. Tindakan berhenti menyalahkan adalah tanda bahwa Anda mengasihi diri Anda dan masa depan Anda. Berhenti sejenak (selama 5 menit), tuliskan dan katakan sebanyak 7 (tujuh) kali pada diri Anda kalimat ini: Saya bertanggungjawab atas hidup saya ! Harus ditanamkan dalam benak Anda, bahwa Andalah satu-satunya orang yang bertanggungjawab terhadap hidup Anda.
Kesuksesan adalah keputusan untuk mengubah hambatan menjadi kesempatan untuk meraih sukses. Mungkin salah satu hal yang menghambat Anda untuk meraih sukses karena Anda dipenuhi dengan berbagai macam dalih. Hentikan dalih Anda jika Anda ingin meraih keberhasilan ....!!! SEMANGAT...........!!

SETAN ATAU MALAIKAT ??

Mahluk yang paling menakjubkan adalah manusia, karena dia bisa memilih untuk menjadi “setan atau malaikat”.
===================================================================================================================================================>>>>>>
Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya. Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.
Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya?

Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk.
Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.
Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?
Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.
Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul.
Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.
Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.
Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang.
Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan?
Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya seperti ini:
—–
“Ibu yang baik…, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya.
Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.
Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.
Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen. Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat. Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu.
Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya?
Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya memukulnya lagi.
Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan.
Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet.
Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih.
Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter. Tapi Ibu…, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.
Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis. Ibu…, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf.”
—–
Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.
Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.
Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.
Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.
Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir dimata saya.
Yuni menghampiri saya dan bilang, “Mama, saya bangga jadi anak Mama.” Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya.


Read more: http://www.resensi.net/setan-atau-malaikat/2009/02/#ixzz17P2hEtGF

KALAU BISA DIPERMUDAH MENGAPA DIPERSULIT

Siapa tidak kenal ungkapan paling populer ini? Simak bagaimana penerapannya secara positif bagi pengembangan diri.
Jika Anda pernah berurusan dengan birokrasi swasta maupun pemerintah di Republik ini, Anda pasti tidak asing dengan ungkapan i atas. Itulah ungkapan yang menggambarkan buruknya sikap mental para birokrat yang seharusnya punya kredo melayani publik, namun sebaliknya justru mereka yang akhirnya harus dilayani publik. Tak heran jika kita mengurus perizinan atau proses tertentu, maka dengan segala kelihaiannya para birokrat itu akan mempersulitnya. Akibatnya urusan jadi bertele-tele dan benar-benar menyita waktu. Jika kita takluk, maka mau tidak mau harus merelakan sejumlah uang untuk mempercepat urusan tersebut. Kebiasaan ini pula yang melestarikan mental korupsi di masyarakat kita. Jadi, ungkapan kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah benar-benar menjadi penyakit mental yang luar biasa mengesalkan dan merugikan.
Kalau demikian adanya, bagaimana mungkin ungkapan tentang penyakit mental itu bisa diaplikasikan secara positif? Bukankah jika semakin banyak orang melakukannya, maka akan semakin runyam pula situasi yang kita hadapi?
Mari sejenak membayangkan, misalnya saja Anda yang cenderung mudah sekali kehilangan kepercayaan diri. Akibatnya, segala hal yang Anda lakukan jadi buruk hasilnya. Nah, seandainya saja ada formula yang membuat Anda bisa ‘mempersulit’ munculnya rasa kurang percaya diri tersebut, kira-kira akankah pekerjaan yang Anda lakukan bisa memberi hasil lebih baik? Kemungkinan besar kinerja Anda akan lebih bagus hasilnya jika Anda bisa melakukannya dengan penuh percaya diri. Jadi titik perhatiannya adalah mempersulit munculnya rasa kurang percaya diri.
Ya, sesederhana itulah prinsipnya. Persulit munculnya hal-hal atau kebiasaan negatif. Dengan strategi itu, kemungkinan Anda bisa lebih matang dan efektif sebagai pribadi. Nah, hal atau kebiasaan negatif apa saja yang harus dipersulit atau tidak boleh dipermudah kemunculannya? Berikut uraian ringkasnya:
1. Negative Thinking
Pola pikir negatif adalah pola pikir yang dipenuhi oleh sikap apriori, prasangka, ketidakpercayaan, kecurigaan, dan kesangsian yang umumnya tanpa nalar maupun tanpa dasar sama sekali. Umumnya pola pikir negatif adalah cara-cara memandang suatu persoalan dengan mengabaikan rasionalitas, logika, fakta, atau informasi yang relevan. Sungguh pun begitu, rasionalitas pun bisa terjerumus dalam kerangka berpikir negatif. Artinya, seseorang bisa memanfaatkan rasionalitasnya untuk memandang secara negatif. Ini justru lebih berbahaya lagi karena negativisme ini justru banyak muncul di kalangan terdidik yang belum tercerahkan dan matang sikap mentalnya. Dampak buruk dari mudahnya kita berpikir negatif adalah sulitnya kita menerima pendapat orang lain, sulit menerima hal baru, sulit bersosialisasi, dan sering muncul sebagai pribadi yang kurang menarik
untuk diajak kerjasama. Jika Anda merasa mudah berpikir negatif, maka persulitlah kemunculannya.
2. Rasa Malas 
Rasa malas diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dia lakukan. Rasa malas menggambarkan hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan atau apa yang sesungguhnya dia inginkan. Masuk dalam keluarga besar rasa malas adalah rasa sungkan, suka menunda sesuatu, mengalihkan diri dari kewajiban, menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun, dll. Jika keluarga besar dari rasa malas ini mudah sekali muncul dalam aktivitas sehari-hari kita, maka dijamin kinerja kita akan jauh menurun. Bahkan bisa jadi kita tidak pernah bisa mencapai sesuatu yang lebih baik sebagaimana yang kita inginkan. Sekalipun seseorang memiliki cita-cita atau impian yang besar, jika kemalasannya mudah muncul, maka cita-cita atau impian besar itu akan tetap tinggal di alam impian. Jadi, jika Anda ingin maju, persulit kemunculan kemalasan itu.
3. Kemarahan
Kemarahan adalah tumpahan perasaan atau luapan emosi yang biasanya diikuti dengan egoisme, perasaan jengkel, benci, gusar, kecewa, dan menyalahkan pihak lain. Sejalan dengan rasa marah ini, maka seseorang yang mengalaminya akan mudah sekali kehilangan akal sehat dan kontrol diri. Seorang berkepribadian reaktif, impulsif, dan berpola pikir negatif akan cenderung mudah kehilangan kendali atas perasaannya. Akibatnya bila bentuk perasaan itu adalah kemarahan, maka yang bersangkutan bisa nampak seperti orang yang kehilangan kepribadian.
Kemarahan selalu berdampak negatif bagi siapa pun di sekitar orang itu. Apalagi jika perwujudannya mengarah ke pelampiasan secara fisik. Bad temper bisa menjadi penyakit kejiwaan yang kronis dan berbhaya. Dampak negatif dari mudahnya rasa marah muncul ke permukaan adalah buruknya relasi orang bersangkutan. Beberapa orang dengan kematangan pribadinya mampu mengelola rasa marah secara positif. Namun kebanyakan orang sulit mengendalikan rasa marahnya. Oleh sebab itu, jika ingin sukses dalam relasi pribadi dan sosial, persulitlah munculnya rasa marah berlebihan.
4. Kecerobohan
Kecerobohan sma artinya dengan kekurangwaspadaan atau kelalaian. Kecerobohan adalah simbol ketidakmatangan pribadi. Ini merupakan sikap atau perilaku yang berbahaya sekali. Terutama jika seseorang berada di titik-titik kritis dan sangat menentukan dalam perjalanan hidupnya, dan pada saat yang sama dirinya harus mengambil keputusan atau menentukan pilihan. Kecerobohan mudah muncul jika seseorang malas belajar dari pengalaman, enggan mendengar nasihat orang yang kompeten, dan mudah muncul pula karena seseorang memiliki perasaan sombong atau egoisme. Pribadi yang efektif akan berusaha semaksimal mungkin menghindari sikap lalai atau ceroboh. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan kebiasaan menimbang atau memperhitungkan segala aspek dengan cermat, teliti, fokus, dan terkonsentrasi. Jika ingin memperkecil kegagalan atau penyesalan, maka persulitlah munculnya sikap ceroboh.
5. Rasa Takut
Rasa takut adalah penyakit kronis yang juga sangat merugikan. Rasa takut biasanya muncul jika seseorang kurang memahami suatu persoalan, kurang mendapat informasi, tidak terbiasa bersikap praktis, atau memang karena penyakit-penyakit psikologis seperti trauma masa lalu. Rasa takut yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman, informasi, atau kurangnya kebiasaan bertindak relatif mudah diatasi. Tetapi rasa takut akibat trauma memang tidak mudah dihilangkan. Walau begitu, menghilangkan rasa takut benar-benar bisa dilatih. Orang bisa karena terbiasa. Demikian juga orang bisa berani karena terbiasa. Jika ingin menjadi pribadi yang penuh percaya diri dan berani, persulitlah munculnya rasa takut.
Nah, Anda bisa memperpanjang sendiri daftar hal-hal atau kebiasaan negatif yang memang harus dipersulit kemunculannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bukan sekedar dipersulit. Jika memungkinkan, enyahkanlah hal-hal negatif tersebut. Kehidupan yang lebih efektif dan bermanfaat sudah pasti bisa dinikmati. Selamat mempersulit hal-hal yang tidak perlu dipermudah!


Read more: http://www.resensi.net/kalau-bisa-dipersulit-mengapa-dipermudah/2007/01/#ixzz17OxgenKO

Sabtu, 04 Desember 2010

BAGAIMANA AKU HARUS MEMBERITAHUMU..?


       Alkisah ada seorang nabi yang bersahabat dengan malaikat maut. Pada suatu hari Nabi Allah ini berkata kepada malaikat maut, "Wahai malaikat maut, bila tiba waktunya engkau mencabut nyawaku, maukah engkau memberitahu aku jauh-jauh hari sebelumnya ?".
"Karena engkau nabi Allah, aku akan turuti permintaanmu itu!" jawab malaikat maut singkat.

       Singkat cerita, setelah beberapa lama kemudian datanglah malaikat maut menjumpai sang nabi yang saat itu sedang lesehan melepaskan lelah, "Wahai nabi Allah, sekaranglah saatnya aku ditugaskan Allah untuk menjemputmu!"
"Hai malaikat maut, lupakah engkau akan kesepakatan kita ? lupakah engkau akan janjimu ? Bukankah engkau telah berjanji akan memberitahu aku terlebih dahulu sebelum saat ini tiba, mengapa engkau ingkar janji?" tanya Nabi dengan penuh keheranan "Sebenarnya aku tidak pernah ingkar janji, aku juga tidak lupa akan kesepakatan kita, hanya engkau saja yang tidak menyadari."
"Maksudmu engkau telah memberitahu aku sebelumnya ?"
"Benar wahai Nabi Allah, bahkan aku berkali-kali memberitahu dan memperingatkanmu."
"Kapan itu kau lakukan ?" tanya Nabi penuh keheranan

       "Wahai Nabi Allah, bukankah sebulan yang lalu kau ikut memikul jenazah si fulan ? tidak sadarkah engkau bahwa saat itu akulah yang datang ? bukankah seminggu yang lalu kau ikut memandikan mayat si Polan ? tidak tahukah engkau bahwa saat itu akulah yang mengunjungi ? bukankah kemarin engkau ikut menshalatkan jenazah si anu ? lupakah engkau bahwa saat itu akulah yang bertamu ? bukankah tadi pagi engkau ikut menguburkan si Polin ? masih belum tahu dan belum sadarkah engkau bahwa saat itu akulah yang menjemputnya? Kalau semua itu belum cukup lalu dengan cara bagaimana lagi aku harus memberitahumu ?" jawab malaikat tidak kalah herannya.

Dari kisah diatas marilah kita persiapkan dirikita untuk menerima datangnya jemputan...!! sebab jangankan kita sebagai manusia biasa .. seorang hamba Alloh yang memiliki gelar Nabi pun tak sanggup menolak jemputan itu....!!!! subhanalloh........!!!!

Jumat, 03 Desember 2010

DOSA YANG LEBIH BESAR DARI BERZINA


   Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita berjalan terhuyung-huyung. Pakaianya yang serba hitam menandakan bahwa ia berada dalam dukacita yang mencekam. Kerudungnya menagkup rapat hampir seluruh wajahnya. Tanpa hias muka atau perhiasan menempel di tubuhnya. Kulit yang bersih, badan yang ramping dan roman mukanya yang ayu, tidak dapat menghapus kesan kepedihan yang tengah merosakkan hidupnya. Ia melangkah terseret-seret mendekati kediaman rumah Nabi Musa a.s. Diketuknya pintu pelan-pelan sambil mengucapkan uluk salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam "Silakan masuk".

       Perempuan cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus merunduk. Air matanya berderai tatkala ia berkata, "Wahai Nabi Allah. Tolonglah saya. Doakan saya agar Tuhan berkenan mengampuni dosa keji saya." "Apakah dosamu wahai wanita ayu?" tanya Nabi Musa a.s. terkejut. "Saya takut mengatakannya."jawab wanita cantik. "Katakanlah jangan ragu-ragu!" desak Nabi Musa. Maka perempuan itupun terpatah bercerita, "Saya... telah berzina.

       Kepala Nabi Musa terangkat, hatinya tersentak. Perempuan itu meneruskan, "Dari perzinaan itu saya pun... lantas hamil. Setelah anak itu lahir, langsung saya... cekik lehernya sampai... tewas," ucap wanita itu seraya menangis sejadi-jadinya. Nabi Musa berapi-api matanya. Dengan muka berang ia mengherdik, "Perempuan bejad, enyah kamu dari sini! Agar siksa Allah tidak jatuh ke dalam rumahku karena perbuatanmu. Pergi!"... teriak Nabi Musa sambil memalingkan mata karena jijik. Perempuan berwajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah surut.

       Dia terantuk-hantuk keluar dari dalam rumah Nabi Musa. Ratap tangisnya amat memilukan. Ia tak tahu harus kemana lagi hendak mengadu. Bahkan ia tak tahu mau dibawa kemana lagi kaki-kakinya. Bila seorang Nabi saja sudah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya? Terbayang olehnya betapa besar dosanya, betapa jahat perbuatannya.

       Ia tidak tahu bahwa sepeninggalnya, Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa. Sang Ruhul Amin Jibril lalu bertanya, "Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertaubat dari dosanya? Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripadanya?" Nabi Musa terperanjat. "Dosa apakah yang lebih besar dari kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?" Maka Nabi Musa dengan penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril. "Betulkah ada dosa yang lebih besar daripada perempuan yang nista itu?" "Ada!" jawab Jibril dengan tegas. "Dosa apakah itu?" tanya Musa kian penasaran."Orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dan tanpa menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina" Mendengar penjelasan ini Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk menghadap kembali kepadanya. Ia mengangkat tangan dengan khusuk untuk memohonkan ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut.

       Nabi Musa menyedari, orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dan tanpa penyesalan adalah sama saja seperti berpendapat bahwa sholat itu tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Berarti ia seakan-akan menganggap remeh perintah Tuhan, bahkan seolah-olah menganggap Tuhan tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba-Nya. Sedang orang yang bertobat dan menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh berarti masih mempunyai iman di dadanya dan yakin bahwa Allah itu berada di jalan ketaatan kepada-Nya. Itulah sebabnya Tuhan pasti mau menerima kedatangannya.
(Dikutip dari buku 30 kisah teladan - KH Abdurrahman Arroisy)

       Dalam hadis Nabi S.A.W disebutkan : Orang yang meninggalkan sholat lebih besar dosanya dibanding dengan orang yang membakar 70 buah Al-Qur'an, membunuh 70 nabi dan bersetubuh dengan ibunya di dalam Ka'bah.

       Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa orang yang meninggalkan sholat sehingga terlewat waktu, kemudian ia mengqadanya, maka ia akan disiksa dalam neraka selama satu huqub. Satu huqub adalah delapan puluh tahun. Satu tahun terdiri dari 360 hari, sedangkan satu hari diakherat perbandingannya adalah seribu tahun di dunia.

       Demikianlah kisah Nabi Musa dan wanita pezina dan dua hadis Nabi, mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi kita dan timbul niat untuk melaksanakan kewajiban sholat dengan istiqomah. Tolong sebarkan kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahui.

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubuilaiik.

HUKUMAN SEBAGAI TANDA CINTA


       "Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia menahan hukuman kesalahannya sampai disempurnakannya pada hari qiamat." (HR. Imam Ahmad, At-Turmidzi, Al-hakim, Ath-Thabrani, dan Al-Baihaqi). Hadits di atas bersumber dari Abdullah bin Mughaffal. Menurut Al-Haitsami, periwayatan hadits ini shahih.

       Diriwayatkan bahwa salah seorang lelaki telah bertemu dengan seorang wanita yang disangkanya pelacur. Lelaki itu menggoda sampai-sampai tangannya menyentuh tubuhnya. Atas perlakuan itu, sang wanita berkata, "Cukup!" Lantaran terkejut, lelaki ini menoleh ke belakang, namun terbentur tembok dan terluka.
Lelaki usil itu pergi menemui Rasulullah dan menceritakan pengalaman yang baru saja dialaminya. Komentar Rasulullah? "Engkau seorang yang masih dikehendaki oleh Allah menjadi baik." Selanjutnya beliau bersabda, sebagaimana dalam hadits di atas.

       Dalam riwayat At-Turmidzi, hadits itu disempurnakan dengan lafadz sebagai berikut, "Dan sesungguhnya Allah, jika Dia mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Jika mereka ridha, maka Allah ridha kepadanya. Jika mereka benci, Allah membencinya."

       Kecintaan Allah kepada hamba-Nya di dunia tidak selalu diwujudkan dalam bentuk pemberian materi atau kenikmatan lainnya. Kecintaan itu justru sering berbentuk --oleh sebagian orang disebut-- adzab. Sebenarnya bukan adzab, tapi yang tepat adalah ujian. Berat ringannya ujian itu tergantung kepada kuat tidaknya iman seseorang.

       Orang yang paling disayangi dan dikasihi Allah adalah para Nabi dan Rasul. Justru mereka adalah orang yang paling berat menerima ujian semasa hidupnya di dunia. Ujian mereka sangat berat melebihi ujian yang diberikan kepada siapapun juga. Demikian secara berurutan, para syuhada' dan kemudian shalihin. Yang jelas bahwa setelah orang menyatakan. "Kami beriman", Allah langsung menyiapkan ujian baginya.

       Allah berfirman: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan 'Kami telah beriman,' lantas tidak diuji lagi? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta." (QS. al-Ankabut: 2-3)

       Selain ujian demi ujian diberikan kepada orang yang beriman, maka teguran demi teguran juga diberikan kepadanya. Teguran itu kadang halus, tapi sering-sering kasar. Bagi yang kepekaan imannya tinggi, teguran halus saja sudah cukup untuk menyadarkannya. Akan tetapi bagi mereka yang telah hilang kepekaannya, teguran yang keras sekalipun tak bisa menyadarkannya.

       Apa yang dialami oleh lelaki yang datang kepada Rasulullah sebagaimana hadits di atas merupakan teguran Allah secara langsung agar ia sadar atas kekeliruannya, dan tidak mengulang kesalahannya. Lelaki itu sangat bersyukur atas kecelakaan yang menimpa dirinya. Wajah yang benjol dan darah yang mengalir di wajahnya tidak seberapa dibandingkan dengan nilai kesadaran yang baru dirasakannya.

       Kecelakaan itu semakin tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan siksa yang bakal diterimanya di akhirat kelak. Bukankah setiap dosa akan ditimbang dan dibalas sesuai dengan bobotnya? Dengan kecelakaan itu ia bertobat. Dengan bertobat, maka terhapuslah dosanya. Tentang hal ini Rasulullah bersabda, "Tiada suatupun yang menimpa seorang mukmin, baik berupa kepayahan, sakit, sedih, susah, atau perasaan murung, bahkan duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan melebur kesalahan-kesalahannya lantaran kesusahan-kesusahan tersebut." (HR Bukhari dan Muslim)

       Karena itu, jika mengalami suatu musibah, jangan cepat-cepat mengeluh. Cari dulu sebab musababnya. Jangan-jangan musibah itu merupakan teguran dari Allah S.W.T atas berbagai kesalahan yang telah kita lakukan. Mungkin saja musibah itu nampak tidak ada kaitannya sama sekali, tapi cobalah untuk mengurut-urut beberapa langkah yang pernah kita lakukan sebelumnya.

       Kasih sayang Allah tidak selalu berwujud kesenangan, melimpahnya harta, tercapainya segala keinginan, dan jauh dari berbagai musibah. Justru bisa jadi sebaliknya. Orang yang mendapatkan berbagai kesenangan itulah yang tidak dicintai-Nya. Orang tersebut dibiarkan tenggelam dalam kesenangan dunia sampai tiba ajalnya. Pada saat itu semua kesenangan dicabut dan diganti dengan berbagai siksa yang mengerikan, baik ketika di kubur, di padang mahsyar, maupun di neraka.